Kamis, 07 Agustus 2008

Konsep Dasar

A. Pengertian

Obstruksi usus adalah kerusakan parsial atau komplit aliran isi usus ke arah ke depan. Yang kebanyakan terjadi di usus halus khususnya di ileum (Ester, M, 2002:49), atau gangguan yang terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi usus, bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan syaraf untuk terjadinya peristaltik atau karena adanya blokkage pada ileus mekanik/organik (Long B. C, 1996:242). Adapun pengertian lain obstruksi usus yaitu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, M, 1998:325).

Pada obstruksi usus perlu dilakukan tindakan laparatomi karena kalau tidak dilakukan pembedahan akan menyebabkan nekrosis, gangren, iskemia sehingga dilakukan laparatomi obstruksi usus (Sjamsuhidayat, 1997:843). Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Ahmad, R.P, 1997:194).

B. Penyebab

1

Obstruksi usus dapat disebabkan oleh tiga macam faktor yaitu 1) Faktor mekanis, yang meliputi adhesi, hernia, volvulus, tumor, 2) Faktor neurogenik, yaitu meliputi intususepsi, 3) Faktor vaskuler yaitu obstruksi aliran darah yang dapat timbul sebagai akibat dari okulasi komplet (infark mesentrika) atau oklusi proksimal (angina abdominal) (Ester, M, 2002:49).

Indikasi laparatomi pada obstruksi usus yaitu strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata, tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif. Pada strangulasi terdapat lilitan usus yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi iskemia, nekrosis atau gangren (Sjamsuhidajat, 1997:843).

Gambaran klinik

A. Gambaran Klinik

Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada obstruksi usus yaitu nyeri karena luka atau akibat penumpukan gas, mual, muntah karena adanya distensi abdomen dan akumulasi gas dan cairan, konstipasi bisa terjadi karena kurang aktivitas, penurunan gerakan gastrointestinal, retensia urine karena adanya tekanan pada kandung kencing (Mansjoer, A, 2000:318), dehidrasi mengakibatkan haus yang berlebihan, rasa mengantuk, malaise dan sakit, shock karena dehidrasi atau kehilangan volume plasma (Boughman & Hackley, 2000:382). Pada manifestasi klinis pasca bedah yaitu terjadi konstipasi, mual, muntah, retensi urin, distensi abdominal, dan nyeri karena gas, nyeri disertai dingin, nyeri disertai demam (Long, B.C, 1996:79).

Anatomi Dan Fisiologi

A. Anatomi atau Patologi

Banyak kelainan yang dapat menimbulkan obstruksi terhadap aliran bebas dari isi gastrointestinal. Hernia yaitu adanya penonjolan keluar dari suatu benang yang dibatasi oleh serosa melalui setiap kelemahan atau kerusakan dari dinding rongga peritoneum. Tempat-tempat utama yang menunjukkan kelemahan seperti itu adalah inguinal dan saluran femoral, umbilikus dan jaringan parut yang lama bekas operasi.

Sedangkan perlekatan atau adhesi adalah lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen (Brunner & Suddarth, 2002:1121). Pada perlekatan usus halus adhesi pita-pita jaringan ikat mungkin terbentuk dari organ ke organ ke dinding peritoneum sebagai hasil penyembuhan dari peritonitis atau setelah setiap operasi abdominal (Robbins & Kumar, 1995:266).

Intususepsi atau invaginasi adalah bagian dari usus menyusup ke dalam bagian lain yang ada di bawahnya akibat penyempitan lumen usus. Pada gangguan ini satu segmen dari usus halus dikerutkan oleh suatu gelombang peristaltik, serta masuk mengalami invaginasi ke dalam segmen distal dari usus tersebut. Sekali terjebak, segmen yang masuk tersebut oleh gerakan peristaltik didorong ke dalam segmen bagian distal, ikut menarik mesenterium dibelakangnya (Robbins dan Kumar, 1995:266).

Volvulus yaitu usus memutar dan kembali kekeadaan, akibatnya lumen usus menjadi tersumbat, menunjukkan adanya pemelintiran (pemutaran) dari saluran usus, kira-kira pada dasar pelekatan mesenterik. Hal ini sering terjadi pada usus halus, tapi saluran sigmoid yang sangat berlebihan munkin dapat terkena. Obstruksi dan infrak sering terjadi pada kasus ini (Robbins dan Kumar, 1995:266).

Patofisiologi

A. Patofisologi

Ketika peristaltik berhenti daerah usus yang terlibat akan menjadi kembung dengan gas dan cairan. Dalam satu hari kurang lebih 8 liter cairan dikeluarkan ke dalam lambung dan usus halus, secara normal sebagian besar cairan ini direabsorbsi di dalam kolon. Jika peristaltik berhenti, bagaimanapun akan banyak cairan tertahan di dalam lambung dan usus kecil. Cairan yang tertahan ini meningkatkan tekanan pada dinding mukosa dan jika tidak dikeluarkan mengakibatkan iskemic nekrosis, invasi bakteri dan akhirnya peritonitis. Kehilangan sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya potassium dari sel mengakibatkan alkolosis hypokalemik. Ketika obstruksi mekanik terjadi gelombang peristaltik sebelah proksimal dari daerah obstruksi meningkat sebagai usaha untuk mendorong isi usus melewati obstruksi. Gerakan peristaltik ini menyebabkan bising usus yang tinggi.

Kandungan abdomen akibat usus yang kembung akan menyebabkan ventilasi paru-paru terganggu oleh tekanan pada diafragma. Tekanan pada kandung kemih dapat menyebabkan retensia urine. Konstipasi terjadi pada obstruksi mekanik karena sebagian dari feses biasanya lewat daerah obstruksi. Jika peristaltik berhenti sepenuhnya seperti pada ileus paralitik atau obstruksi organik yang komplit, maka tidak terjadi defekasi sama sekali (obstruksi) (Long, B.C, 1996:244).

Laparatomi merupakan operasi besar dengan membuka rongga abdomen yang merupakan stressor pada tubuh. Respon tersebut terdiri dari respon sistem saraf simpati dan respon hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stres terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah maka mekanisme kompensasi tubuh terlalu berat sehingga shock akan menjadi akibatnya. Respon metabolisme juga terjadi karbohidrat dan lemak dimetabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh dipecah untuk menyajikan asam amino yang akan digunakan untuk membangun sel jaringan yang baru (Rumahorbo, H, 2000:207). Pemulihan fungsi usus, khususnya fungsi peristaltik setelah laparatomi jarang menimbulkan kesulitan. Illues adinamik atau paralitik selalu terjadi selama satu sampat empat hari setelah laparatomi, bila keadaan ini menetap disebabkan karena peradangan di perut berupa peritonitis atau abses dan karena penggunaan obat-obat sedatif (Sjamsuhidayat, 1997:387).

Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka yang menandakan adanya kerusakan jaringan. Adanya luka merangsang reseptor nyeri sehingga mengeluarkan zat kimia berupa histamin, bradikimin, prostaglandin akibatnya timbul nyeri.

Fokus Pengkajian

A. Fokus Pengkajian

Observasi Temuan

1. Khusus

a. Usus Halus

Pada usus halus terjadi nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi, distensi jaringan, mual, muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu hitam dan fekal, dehidrasi cepat : asidosis.

b. Usus Besar

Pada usus besar terjadi ketidaknyamanan abdominal ringan, distensi berat, dehidrasi laten : asidosis jarang.

2. Umum

Pada pengkajian umum dapat terjadi anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rectal/perostomi, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan, leukositosis (Tucker, 1998:325), menurut Sjamsuhidayat fokus pengkajian post operasi yaitu nyeri tekan jika meluas, mengembangnya distensi perut, adanya perdarahan, suhu badan meningkat, takikardia, perubahan mental (takut, gelisah, somnolen), masa yang nyeri khususnya jika disertai suhu tinggi (Sjamsuhidayat, 1997:843).

Fokus Intervensi

A. Fokus Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:500)

Tujuannya nyeri hilang atau terkontrol. Intervensinya kaji laporan nyeri dari pasien, monitor vital sign, beri posisi nyaman, dorong pasien untuk melaporkan nyeri, segera bila nyeri mulai terasa, dorong, penggunaan teknik relaksasi, beri obat analgetik.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan fungsi usus tidak efektif (Doenges, 1999:503)

Tujuannya yaitu tidak ada tanda kekurangan nutrisi dan malnutrisi. Intervensinya tinjau faktor-faktor individu dalam kemampuan mencerna makanan, dengarkan bunyi usus dan palpasi perut, berikan cairan per parenteral, catat intake dan output.

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan muntah dan distensi (Tucker, 1998:326)

Tujuannya turgor kulit baik, membran mukosa lembab, vital sign normal, berat badan stabil, haluan urine 30 ml/jam, intervensinya pertahankan puasa, kaji tingkat hidrasi, pantau tanda vita setiap 2 – 4 jam, ukur masukan dan haluan setiap 8 jam, timbang badan setiap hari pada jam, pakaian dan timbangan yang sama, pantau elektrolit, Hb dan Ht serum.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:502)

Tujuannya mencapai pemulihan luka tepat waktu. Intervensinya pantau vital sign, observasi daerah luka, pertahankan perawatan luka aseptik, beri antibiotik.

5. Perubahan eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:505)

Tujuannya fungsi usus kembali baik. Intervensi dengarkan bising usus, laporkan bila ada nyeri abdomen, observasi pergerakan usus, beri pelunak feses.

6. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi berhubungan dengan kurang informasi (Doenges, 1999:506)

Tujuannya mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya. Intervensinya tinjau prosedur pembedahan dan harapan post operasi, bicarakan pentingnya intake yang seimbang dan adekuat, demonstrasikan perawatan luka atau ganti balut, jelaskan kebutuhan untuk menghindari konstipasi.

7. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:504)

Tujuannya mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa komplikasi. Intervensinya memantau tanda-tanda vital, pertahankan pasien tirah baring total (posisi lutut tertekuk), gunakan plester kertas untuk balutan, berikan pengikat/penyokong untuk lansia dan pasien gemuk bila diindikasikan.

8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Carpenito, 1998:5)

Tujuannya menunjukkan kemampuan melakukan peningkatan tleransi aktifitas. Intervensinya kaji respon individu terhadap aktivitas, tingkatkan aktivitas secara bertahap, anjurkan pasien metode penghematan energi untuk aktivitas, instruksikan pasien untuk konsultasi kepada dokter dan ahli terapi fisik untuk program latihan jangka panjang.

Resume Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 08.00 WIB pada pasien Ny. S di RSU Purbowangi Gombong Ruang Rahmah (17) oleh Nur Angky Wibisono.

1. Identitas Pasien

Ny. S, 45 tahun, jenis kelamin perempuan, suku Jawa, Indonesia, pendidikan SD, agama Islam, pekerjaan tani, alamat Candirenggo RT 6/5 Ayah, tanggal masuk 16 Juni 2008 pukul 18.30 WIB.

2. Riwayat Keperawatan

11

Keluhan utama pasien nyeri pada perutnya, perut kembung, tidak bisa bab. Pasien mengatakan sudah menderita penyakit ini sejak satu minggu yang lalu dan sudah diobati ke Puskesmas dan mantri tetapi tidak juga sembuh. Sebelum masuk ke rumah sakit, pasien mengeluh perut terasa kencang, kembung, badan panas, mual, muntah, badan lemas, pasien tidak bisa BAB, tidak bisa kentut. Kemudian oleh keluarga dibawa ke RSU Purbowangi Gombong tanggal 16 Juni 2008 jam 18.30 WIB. Sampai di IGD keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis, tekanan darah 110/80 mmHg. Nadi 84 x/menit, suhu badan 38,50C, pernafasan 20 x/menit. Pasien dianjurkan rawat inap dan mendapat terapi infus RL 20 tetes/menit. Dan dari hasil pemeriksaan dan pengkajian diperoleh data adanya obstruksi usus dan harus dilakukan operasi laparatomi. Operasi laparatomi dilakukan pada tanggal 17 Juni 2008 pukul 21.00 WIB. Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 diperoleh data pasien mengatakan nyeri apda bekas luka operasi, dengan skala nyeri 4, wajah terlihat meringis kesakitan, pasien berbaring di tempat tidur tidak bisa beraktifitas, pasien mengatakan nafsu makan menurun hanya menghabiskan 4 sendok dari yang disediakan rumah sakit. Pasien BAB lebih dari 3 kali perhari, dengan konsistensi lembek. Gerak dan keseimbangan pasien belum bisa melakukan aktivitas karena pasien masih merasa lemas, nyeri pada perutnya apabila digerakkan, aktivitas selalu dibantu oleh keluarganya, pasien menanyakan tentang penyakit dan perawatannya.

Pemeriksaan fisik pada saat pengkajian keadaan umum pasien lemah, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/70 mmHg, pernafasan 24 x/menit, suhu 37,20C, mata bentuk simetris, konjungtiva anemis, kebersihan rambut kurang, rambut terlihat kotor dan kusam, perut terasa nyeri pada bekas operasinya dan ada nyeri tekan, peristaltik terdengar cepat. Pasien mengatakan lukanya tidak sembuh-sembuh dan terasa sakit, terdapat luka operasi sepanjang kurang lebih 10 cm dengan jahitan luka sebanyak 12 pada daerah abdomen bawah pusat, luka operasi kering tidak ada pus, balutan luka bersih, pada ekstremitas atas kanan terpasang infus RL 20 tetes/menit.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2008 Hb 9,6 %, lekosit 7.400/m3, gula sewaktu 110mg/dl, kalium 2,7 md/L dan pada 21 Juni 2008 ureum 89,0 mgr/dl, creatinin 1,6 mgr/dl, albumin 2,7 mgr/dl, kalium 2,8 md/l. Mendapat terapi obat cefotaxim 2 x 1000 mg, metronidasol infus 2 x 500 mg, Alinamin F 3 x 10 ml, Toradol 3 x 1 ml, Cimetidin 3 x 1 ml, Lasix 3 x 1 ml, Novalgin Extra 1 x 2 ml, obat oral Aspark 1 x 1 tablet dan Sanmol 3 x 500 mg. Diit pasien bubur halus.

3. Pengkajian Fokus

Pada tanggal 23 Juli 2008 pukul 08.00 WIB didapatkan data-data antara lain pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi dan perutnya terasa sakit bila ditekan, nafsu makan pasien menurun dan hanya menghabiskan 5 sendok makan, pasien merasa lemas, berat badan menurun, adanya luka bekas operasi sepanjang 10 cm, terpasang infus RL dan terpasan kateter, perutnya terasa nyeri bila digerakkan, keadaan pasien lemas, pasien belum bisa melakukan aktivitas, semua keperluan masih dibantu oleh keluarga dan perawat. Pasien hanya tiduran di tempat tidur, personal hygiene masih kurang dengan terlihat rambut pasien yang kusam dan kotor, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, pernafasan 24 x/menit, nadi 84 xmenit, suhu 37,20C, pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2008 Hb 9,6 %, lekosit 7.400/m3, gula sewaktu 110 mg/dl, kalium 2,7 md/L dan pada tanggal 21 Juni 2008 ureum 89,0 mgr/dl, creatinin 1,6 mgr/dl, albumin 2,7 mgr/dl, kalium 2,8 md/l. Mendapat terapi obat cefotaxim 2 x 1000 mg, metronidasol infus 2 x 500 mg, Alinamin F 3 x 10 ml, Toradol 3 x 1 ml, Cimetidin 3 x 1 ml, Lasix 3 x 1 ml, Novalgin Extra 1 x 2 ml, obat oral Aspark 1 x 1 tablet dan Sanmol 3 x 500 mg.

Analisa Data

1. data subjektif : pasien mengatakan nyei pada perutnya pd lka operasi

data objektifnya : wajah pasien terlihat cemas,meringis,menahan kesakitan,skala nyeri 4,terdapat jahitan luka operasi sebanyak 12 jahitan

Masalah yg muncul : Nyeri berhubungan dngan insisi luka post operasi laparatomi.

2. Data subjektif : pasien mengatakan nafsu makan berkurang

Data objektifnya : pasien terlihat hanya menghabiskan 5 sendok makan yg disediakan dari pumah sakit,pasien terlihat lmas,berat badan menurun,konjugtiva anemis.

Masalah yang muncul : Gangguan nutrisi kurang dari kebutauhan brhubungan dengan intake in adekuat.

3. data subjekif : -

Data objekif : terdapat luka operasi sepanjang 10cm, balutan luka kotor. Terpasang infus RL 20 tts / mnt, terpasang kateter, luka operasi sudah mengering.

Masalah yg muncul : Resiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikoorganisme sekunder dari infus luka.

4. Data subjektif : pasien mengatakan tubuhnya lemas

Daya objektif : pasien hanya terlihat tiduran dan aktifitas dibatasi,personal hygien kurang, rambut kusam dan kotor,aktifitas masih dibantu keluarga.

Masalah yg muncul : defisit keperawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Data subjektif : Psien tidak mengerti tentang penyakitnya dan perawatannya

Data objektif : Pasien terlihat cemas dan bertanya kepada perawat

Masakah yg muncul : Kurangnya informasi berhubungan dengan kurangan pengetahuan.

6. Data subjektif : pasien mengatakan perutnya sakit

Data objektifnya : pasien terlihat memegangi perutnya,Dan pasien terlihat lemas, pasien Belum BAB

Masalah yg muncul : Gangguan pola eliminasi BAB berhunga dengan penurunan peristaltik usus.

Diagnosa Yg Muncul

Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas :

1. Nyeri berhubungan dengan insisi luka post operasi laparatomi.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake in adekuat.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan media sekunder adanya jalan masuk mikroorganisme.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

6. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.

Intervensi,implementasi,evaluasi

A. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

Dari masalah-masalah yang muncul pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 08.00 WIB dapat disusun rencana asuhan pada Ny. S dengan obstruksi usus sebagai berikut :

1. Nyeri berhubungan dengan insisi luka post operasi laparatomi.

Tujuannya setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 hari diharapkan masalah nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil nyeri berkurang, skala nyeri 2 dan wajah terlihat rileks.

Adapun rencana tindakannya adalah kaji skala, frekuensi, lokasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berikan posisi yang nyaman, kolaborasi pemberian analgetik.

Tanggal 23 Juni 2008 pukul 08.00 WIB mengkaji karakteristik, skala nyeri respon skala nyeri 4, wajah meringis kesakitan. Pukul 09.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam respon pasien kooperatif, mau melakukan anjuran dari petugas, pukul 09.15 WIB memberikan posisi yang nyaman bagi pasien, respon pasien merasa nyaman. Pukul 11.30 WIB memberikan obat analgetik respon pasien obat dapat masuk. Tanggal 24 Juni 2008 pukul 07.15 WIB mengkaji skala nyeri respon pasien skala nyeri 4, pukul 07.45 WIB mengajarkan teknik relaksasi dengan menarik nafas dalam dan mengeluarkan perlahan-lahan respon pasien mengatakan bisa melakukannya bila nyeri datang. Pukul 12.00 WIB memberikn obat therapi injeksi respon obat dapat masuk. Pukul 07.30 WIB memonitor TTV (Tanda-tanda Vital), tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, Suhu 37,20C, R: 24 x/menit.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB adalah data subyektif pasien mengatakan perutnya masih sakit bila ditekan, skala nyeri 3, data obyektif wajah pasien terlihat rileks, terdapat luka jahitan sebanyak 12, luka sudah kering. Masalah teratasi sebagian karena skala nyeri masih 3. lanjutkan intervansi, monitor skal nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berikan obat analgetik sesuai advis dokter. Didelegasikan pada perawat ruang tentang kondisi pasien.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake in adekuat

Tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan gangguan nutrisi dapat teratasi, dengan kriteria hasil berat badan seimbang, albumin dan hemoglobin naik mendekati normal, menghabiskan ½ porsi makan.

Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan penulis antara lain mengkaji pola makan pasien, menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik dalam porsi kecil tapi sering, memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi sesuai diit, menjaga kebersihan oral hygiene.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 09.00 WIB. Mengkaji pola makan pasien, respon pasien makan hanya 4 sendok makan, pukul 10.00 WIB menjelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, respon pasien mau mendengarkan dan tahu nutrisi yang adekuat penting untuk proses penyembuhan. Pukul 10.15 WIB memberikan penjelasan kepada pasien untuk menjaga oral hygiene, respon pasien kooperatif. Tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.00 WIB mengkaji pola makan pasien respon pasien hanya menghabiskan ½ porsi makan dari yang disediakan. Pukul 09.00 WIB memotivasi pasien untuk menghabiskan makanannya, respon pasien akan berusaha melakukannya.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 07.00 WIB didapatkan data subyektif pasien mengatakan nafsu makan meningkat, daya obyektif pasien terlihat sudah tidak lemas, menghabiskan ½ porsi makan, BB : 42 kg, masalah dapat teratasi.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan media sekunder jalan masuk mikroorganisme terhadap luka post operasi dan tindakan invasive.

Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari resiko tinggi infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kolor, dolor, fungsiolesa), balutan luka bersih tidak ada pus pada daerah luka, tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan penulis antara lain memonitor tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka dengan memperhatikan prinsip steril, observasi dan peningkatan suhu tubuh, melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan memberikan obat antibiotik.

Tindakan yang telah dilakukan oleh penulis antara lain pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 08.15 WIB mengkaji tanda-tanda infeksi respon yang didapat adalah daerah di sekitar luka sudah kering, terdapat jahitan luka sebanyak 12 jahitan, pukul 08.30 WIB mengobservasi tanda-tanda vital, hasil yang diperoleh adalah tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 84 x / menit, S : 37,20 C. Pada pukul 10.30 WIB melakukan perawatan luka, hasil yang diperoleh luka sudah kering. Pukul 12.30 WIB memberikan terapi injeksi respon pasien obat telah masuk. Pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 07.00 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi respon yang didapat daerah sekitar luka sudah kering, pukul 07.30 WIB memonitor tanda-tanda vital, respon yang didapat Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, S : 37,20 C, R : 24 x/menit. Pada pukul 10.00 WIB mengganti balutan luka dengan teknik septic dan aseptic, respon balutan luka bersih. Pada pukul 10.15 WIB mengobservasi adanya peningkatan suhu tubuh, respon pasien suhu 37,20 C. Pada pukul 11.30 WIB memberikan terapi injeksi, respon obat masuk dan tidak ada alergi.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB adalah data obyektif kateter masih terpasang, luka masih ada balutan sudah kering, tidak ada tanda-tanda infeksi, luka bersih, terpasang infus RL 20 tetes/menit. Masalah teratasi, tindakan yang perlu didelegasikan pada perawat ruangan adalah memonitor tanda-tanda infeksi, monitor tanda-tanda vital, melakukan perawatan luka dengan memperhatikan prinsip steril, berikan obat antibiotik sesuai advis.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan defisit perawatan diri dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri ada peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis adalah kaji tingkat kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap, libatkan keluarga dalam menjaga kebersihan, membantu aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh pasien serta memotivasi untuk melakukan tindakan mandiri.

Pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 09.00 WIB tindakan keperawatan yang dilakukan penulis adalah memberikan posisi yang nyaman untuk istirahat respon pasien merasa nyaman, pukul 10.15 WIB memberikan penjelasan kepada pasien untuk menjaga oral hygiene, respon pasien mau melaksanakan yang dianjurkan petugas, pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.30 WIB membantu aktivitas pasien mencuci rambut bersih, pukul 09.00 WIB melibatkan keluarga dalam menjaga kebersihan diri, respon pasien dan keluarga mau mendengarkan penjelasan yang diberikan.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB didapatkan data subyektif pasien mengatakan tubuhnya masih lemas, data obyektif pasien bedrest, aktivitas terbatas, pasien masih lemas, masalah belum teratasi. Rencana tindakan yang perlu didelegasikan pada perawat ruangan adalah motivasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan kurang pengetahuan dapat diatasi dengan kriteria hasil pasien tidak banyak bertanya, pasien mengetahui tentang proses penyakit dan pengobatannya.

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis adalah kaji tingkat pengetahuan pasien, beri kesempatan pasien untuk bertanya, berikan dukungan positif, berikan informasi tentang penyakit dan pengobatannya.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 10.00 WIB memberikan informasi kepada pasien tentang pentingnya nutrisi terhadap proses penyembuhan penyakit, respon pasien mau mendengarkan anjuran yang diberikan, pukul 12.00 WIB mengkaji tingkat pengetahuan pasien, respon pasien belum tahu tentang penyakitnya. Pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 10.20 WIB memberikan penjelasan atau informasi tentang perawatan luka di rumah, respon pasien dan keluarga terlihat mengerti dan memahami penjelasan yang diberikan.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB didapatkan data-data subyektif pasien mengatakan sudah mengetahui tentang perawatan luka, data obyektif pasien paham dan mengerti tentang perawatan luka, masalah dapat teratasi. Tindakan perawatan yang perlu didelegasikan pada perawat ruangan adalah memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya.

6. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus

Tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan gangguan eliminasi BAB dapat teratasi dengan kriteria hasil BAB 1 kali dalam sehari, lemas berkurang.

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis adalah kaji frekuensi BAB, kaji warna intensitas feses, auskultasi peristaltik usus, kaji pola makan pasien, kolaborasi dengan ahli gizi.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 09.30 WIB mengkaji pola makan pasien, respon pasien makan hanya 5 sendok makan, pukul 10.00 WIB memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi, respon pasien terlihat mendengarkan penjelasan yang disampaikan, pukul 11.40 WIB mengkaji frekuensi BAB, auskultasi bunyi usus, respon pasien belum BAB, tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.10 WIB mengkaji auskultasi bunyi usus respon pasien peristaltik terdengar cepat, pukul 08.15 WIB mengkaji pola makan pasien respon pasien menghabiskan ½ porsi makan.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB didapatkan data-data subyektif pasien mengatakan perutnya masih mules, data obyektif pasien terlihat memegangi perutnya, pasien sering BAB, pasien terlihat lemas, masalah belum teratasi, tindakan yang perlu didelegasikan kepada perawat adalah mengkaji frekuensi BAB, mengkaji warna intensitas feses, mengkaji auskultasi peristaltik usus.

Pembahasan

PEMBAHASAN

Pada BAB III akan dibahas Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis Post Operasi Laparatomi Hari ke-6 dengan indikasi obstruksi usus dan menggunakan pemecahan masalah secara ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan.

1. Nyeri berhubungan dengan insisi luk post operasi laparatomi

Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang (Carpenito, 2000:45).

Masalah keperawatan ini muncul karena adanya luka post operasi sehingga ada diskontinuitas jaringan yang terputus dan merangsang aseptor nyeri.

Diagnosa tersebut dirumuskan karena didukung dengan adanya data-data yang subyektif yaitu pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi. Data obyektif pasien tampak menahan sakit dengan wajah terlihat meringis, skala nyeri 4, terdapat jahitan luka sebanyak 12, TD : 120/70 mmHg, nadi 84 x/menit, S : 37,20 C, R : 24 x/menit. Diagnosa ini penulis prioritaskan pada nomor pertama karena berdasarkan pada kebutuhan menurut Maslow. Pada gangguan nyeri bila tidak segera diatasi akan menganggu aktivitas dan rasa nyaman pasien. Tindakan dan rasionalisasi yang dilakukan penulis antara lain :



24


a. Mengkaji skala, frekuensi, lokasi nyeri

Dengan mengkaji skala nyeri bisa mengetahui tingkat gangguan rasa nyeri pasien. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:511) yaitu dengan mengetahui kualitas nyeri dapat mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi. Hasil evaluasi dari tindakan ini skala nyeri pasien 3, lokasi nyeri pada abdomen bawah pusat, wajah terlihat rileks.

b. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Hal ini dilakukan agar dengan melakukan teknik relaksasi pasien dapat memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping terhadap nyeri tindakan ini didukun oleh (Doenges, 2000:501). Hasil evaluasi dari tindakan ini adalah nyeri pasien dapat berkurang dengan menarik nafas dalam dan membuangnya secara perlahan-lahan.

c. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien

Tindakan tersebut ini dilakukan karena posisi yang nyaman dapat mengurangi rasa nyeri. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:501) yaitu memudahkan pemulihan otot atau jaringan dengan menurunkan tegangan abdomen dan memperbaiki sirkulasi.

Evaluasi dari tindakan ini adalah dapat mengurangi rasa nyeri apabila posisi telah nyaman.

d. Memberikan obat analgetik toradol 1 ml

Hal ini dilakukan agar nyeri pasien berkurang. Tindakan ini didukung oleh (Doenges, 2000:501) yaitu menurunkan nyeri dan menurunkan ketegangan otot. Hasil evaluasi dari tindakan ini setelah beberapa jam minum obat, nyeri pasien berkurang.

Menurut data masalah keperawatan nyeri teratasi sebagian karena faktor penyebab utamanya luka karena tindakan operasi/pembedahan belum sembuh sehinggan timbul rasa nyeri. Rencana selanjutnya mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan posisi yang nyaman, memberikan obat analgetik, mengkaji skala nyeri.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami atau yang berisiko mengalami berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2000:259).

Masalah keperawatan ini muncul karena ada proses pembedahan akan mempengaruhi efek saluran cerna dan akan mengakibatkan peristaltik usus tidak aktif sehingga terjadi pembatasan peroral dan mengakibatkan intake in adekuat, penurunan berat badan dan penurunan HB menunjukkan adanya gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Diagnosa ini dirumuskan karena ada data-data yang mendukung yaitu data subyektif pasien mengatakan nafsu makan kurang, mual, pasien hanya habis 5 sendok makan, data obyektif pasien terlihat lemas, berat badan menurun sebelumnya 45 kg dan sekarang 42 kg, konjungtiva anemis, HB 9,6 gr %.

Diagnosa ini diangkat karena gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bila tidak segera ditangani akan terjadi penurunan daya tahan tubuh dan proses penyembuhan akan terhambat sehingga penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut :

a. Mengkaji pola makan pasien

Hal ini dilakukan untuk membantu dalam mengidentifikasi difisiensi dan kebutuhan diit serta jumlah nutrien yang masuk, tindakan ini didukung oleh (Doenges, 2000:503). Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien hanya mampu menghabiskan setengah porsi yang disediakan rumah sakit.

b. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik

Hal ini dilakukan agar pasien merasa tertarik dengan makanan yang disajikan sehingga nafsu makan pasien akan meningkat serta dengan melihat porsi makan yang sedikit tidak ada keragu-raguan bagi pasien untuk menghabiskan makanannya. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:479), yaitu makanan yang menarik akan memberikan rasa kontrol pada pasien sehingga dapat meningkatkan masukan dan keragu-raguan untuk makan mungkin disebabkan oleh takut makanan yang akan menyebabkan eksaserbasi gejala.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien merasa senang sehingga dapat meningkatkan nafsu makan pasien, menghabiskan ½ porsi sesuai diit.

c. Memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi sesuai diit bubur halus

Hal ini dilakukan untuk menambah pengetahuan pasien tentang diit yang sesuai untuk pasien untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:504) yaitu diit penting untuk mengembalikan fungsi usus normal dan meningkatkan masukan nutrisi adekuat sehingga menurunkan resiko terhadap komplikasi pasca operasi.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien mengetahui tentang pentingnya nutrisi sesuai diit dan mengerti pentingnya nutrisi yang masuk untuk ketahanan tubuh pasien dan proses penyembuhan.

d. Menjaga kebersihan oral hygiene

Melakukan tindakan tersebut karena dengan mulut yang bersih akan meningkatkan rasa makanan sehingga nafsu makan akan bertambah. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:479) yaitu mulut yang bersih akan meningkatkan cita rasa makanan.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien terlihat mendengarkan penjelasan yang diberikan dan memahami tentang pentingnya menjaga kebersihan oral hygiene.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan dapat teratasi karena sudah ada peningkatan nafsu makan, pasien menghabiskan ½ porsi makan, pasien sudah tidak terlihat pucat, diit dari rumah sakit bubur halus. Rencana selanjutnya pertahankan intervensi. Dengan motivasi pasien untuk menghabiskan makanannya, menyajikan dalam keadaan hangat dan menarik dalam porsi sedikit tapi sering, memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi sesuai diit. Rencana selanjutnya mengkaji pola makan pasien, menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik, memberikan informasi pentingnya nutrisi.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi

Resiko tinggi terhadap infeksi adalah keadaan di mana seorang individu terserang oleh agen patogenik atau oportunisik (virus, bakteri, jamur, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen (Carpenito, 2000-204).

Menurut data masalah keperawatan ini muncul karena ada saluran invasif dan luka post operasi yang bisa diserang oleh agen patogenik. Diagnosa ini dirumuskan karena didukung dengan adanya data-data yaitu data obyektif yaitu adanya luka operasi atau insisi, terpasang infus RL 20 tetes, terpasang kateter, lekosit 7.400/m3.

Diagnosa ini diprioritaskan pada nomor ketiga karena bila masalah tersebut tidak segera diatasi maka akan menimbulkan masalah baru dan memperlambat proses penyembuhan.

Tindakan dan rasionalisasi yang dilakukan adalah :

a. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi

Hal ini dilakukan karena dengan mengetahui munculnya tanda-tanda infeksi bisa menyusun rencana untuk melakukan perawatan daerah sekitar saluran invasif dan luka yang lebih optimal. Didukung oleh (Doenges, 2000:502) yang menyatakan bahwa deteksi dini adanya infeksi, memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi yang lebih serius.

Evaluasi dari tindakan ini adalah tidak ada tanda-tanda infeksi baik di luka post operasi atau saluran invasifnya.

b. Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat adanya media masuk dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi dan ini didukung oleh (Doenges, 2000:502) yaitu untuk melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan dan mencapai pemulihan luka tepat waktu. Balutan basah bertindak sebagai sumbu retograd dan menyerap kontaminan eksternal.

Evaluasi dari tindakan ini adalah luka kering, kasa bersih, infus dan kateter pasien bersih.

c. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan medikasi luka

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi dan didukung oleh (Doenges, 2000:502) yang menyatakan bahwa kurangi organisme yang masuk ke dalam individu dengan cuci tangan dengan cermat berteknik aseptik dan septik.

Evaluasi dari tindakan ini adalah luka pasien bersih dan kering, tidak ada tanda-tanda infeksi.

d. Observasi adanya peningkatan suhu tubuh

Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien dan untuk mengobservasi tanda-tanda infeksi. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:503) yaitu suhu malam hari memuncak dan kembali normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.

Evaluasi dari tindakan ini adalah suhu pasien normal, S : 37,20 C.

e. Memberikan obat antibiotik cefotaxim 1000 mg

Tindakan ini dilakukan karena dengan memberikan obat antibiotik dapat membantu membunuh kuman atau bakteri, didukung oleh buku (Doenges, 2000:503) yang menyatakan bahwa mencegah infeksi dari penyebaran jaringan sekitar atau aliran darah.

Evaluasi dari tindakan ini adalah obat masuk dan tidak ada reaksi alergi.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan resiko infeksi tidak terjadi karena adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kolor dan fungsiolesa) pada saluran invasif dan luka bekas operasi. Rencana selanjutnya mengkaji tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka dengan prinsip steril, memberikan obat antibiotik sesuai advis.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik dan fungsi kognitif yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan tindakan perawatan diri (Carpenito, L.J, 2000:330).

Masalah keperawatan ini muncul karena perawatan diri merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kondisi apapun kebersihan harus tetap dijaga, jika hal ini dibiarkan akan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pasien dan mengakibatkan kuman mudah berkembang.

Diagnosa ini dirumuskan karena didukung oleh data-data subyektif pasien mengatakan pasien merasa lemas. Data subyektif pasien hanya tiduran terus, personal hygiene kurang dengan terlihat rambut kusam dan kotor. Diagnosa ini diangkat agar pasien diistirahatkan dan dapat meningkatkan toleransi aktivitas. Tindakan yang dilakukan oleh pasien adalah :

a. Mengkaji kemampuan untuk melakukan aktivitas

Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana as dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan ini didukung oleh (Doenges, 2000:512) yang menyatakan bahwa membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual. Evaluasi dari tindakan ini adalah aktivitas pasien dibantu perawat dan keluarga.

b. Melakukan aktivitas secara bertahap

Dilakukannya tindakan tersebut untuk meningkatkan kemandirian pasien dan meningkatkan kemampuan perawatan diri. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:512) yang meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat serta mempermudah kembali ke aktivitas normal.

Evaluasi dari tindakan tersebut karena keluarga merupakan faktor dominan yang sangat berperan dalam proses pemenuhan ADL pasien. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:512) yaitu pemahaman dan peran serta keluarga meningkatkan kerjasama dengan program terapi yang akan meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien menjadi merasa lebih aman, nyaman dengan adanya peran serta dari keluarga dalam pemenuhan ADL pasien.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan masalah belum teratasi karena penyebab defisit perawatan diri adalah karena kelemahan fisik pasien akibat adanya nyeri pada luka post operasi sehingga menyebabkan tirah baring dan terjadi kelemahan fisi sehingga pasien tidak dapat untuk melakukan perawatan diri dan aktivitas sehari-hari. Tindakan selanjutnya mengkaji kemampuan melakukan aktivitas, melibatkan keluarga dalam menjaga kebersihan diri.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito L.J, 2000:223).

Menurut data masalah ini muncul karena adanya tindakan operasi, sehingga pasien merasa khawatir dengan keadaannya tersebut karena kurangnya informasi. Jika diagnosa ini tidak diangkat dikhawatirkan akan memperberat beban pikir pasien dan keluarga. Hal ini juga akan mempengaruhi proses penyembuhan penyakit.

Rasionalisasi tindakan yang telah dilakukan :

a. Mengkaji tindakan pengetahuan pasien

Dilakukan tindakan tersebut karena untuk mengetahui sejauh mana dan keluarga mengetahui tentang penyakit dan perawatannya. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:506) yaitu belajar lebih mudah bila mulai dari pengetahuan peserta belajar.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien selalu menanyakan tentang penyakit dan perawatannya.

b. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Dilakukan tindakan agar pasien mau bertanya tentang keluhan yang dirasakan, diharapkan pasien mengerti dan mampu menghindari tindakan yang memicu kekambuhan serangan. Didukung oleh buku (Doenges, 1999) pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk menghindari kambuhnya serangan. Evaluasi dari tindakan tersebut pasien dapat mengerti dan memahami apa yang telah dijelaskan.

c. Memberi reinforcement positif

Tindakan ini dilakukan untuk menambah keyakinan dan dorongan dalam menghadapi kondisi sekarang. Rasionalisasinya dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan dan tidak membuat ketergantungan pasien. Evaluasi pasien merasa yakin bahwa penyakitnya akan sembuh dan tidak cemas lagi.

d. Memberikan informasi tentang penyakitnya dan perawatannya

Tindakan ini dilakukan karena setelah pendidikan kesehatan, diharapkan pengetahuan dan informasi tentang penyakit dan perawatan luka dapat dimengerti dengan baik. Hal ini didukung oleh (Doenges, 200:506) yang pengetahuan dasar yan akurat memberikan kesempatan pasien/keluarga untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan pasien/keluarga tahu tentang penyakitnya, mereka dapat mengalami informasi yang telah tertinggal atau salah konsep. Evaluasinya pasien dapat memahami dan mengerti penjelasan yang diberikan.

Hasil evaluasi setelah melakukan asuhan keperawatan masalah kurang pengetahuan dapat teratasi karena pasien dan keluarga pasien dapat mengerti dan memahami dengan penjelasan yang diberikan. Didukung oleh adanya umpan balik partisipasi keluarga dalam perawatan pasien. Rencana selanjutnya memberi kesempatan pasien untuk bertanya, memberikan informasi tentang penyakit dan perawatannya.

6. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus

Yaitu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam kebiasaan buang air besar yang normal, ditandai dengan seringnya kehilangan cairan, feses yang terbentuk (Tucker, S.M, 1998:8). Menurut data masalah keperawatan ini muncul karena dengan berhentinya peristaltik akan menyebabkan obstruksi mekanis pada usus dan menyebabkan obstipasi atau konstipasi yang mengakibatkan gangguan pola eliminasi BAB.

Diagnosa ini dirumuskan karena ada data-data yang mendukung yaitu data subyektif pasien mengatakan perutnya mules. Data obyektif pasien terlihat memegangi perutnya, pasien sering terlihat BAB lebih dari 3 kali sehari, terlihat lemas. Diangkat diagnosa ini karena gangguan pola eliminasi BAB bila diare tidak segera ditangani akan terjadi penurunan daya tahan tubuh terhadap proses penyembuhan akan terhambat sehingga penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut :

a. Mengkaji frekuensi BAB

Tindakan ini dilakukan agar mengetahui intensitas frekuensi BAB pasien. Evaluasi pasien BAB lebih dari 3 kali dengan konsistensi lembek.

b. Mengkaji warna, intensitas feses

Tindakan ini dilakukan agar mengetahui seberapa besar intensitas fesesnya. Hal ini didukung oleh buku (Doenges, 2000:506), yaitu indicator kembalinya fungsi gastro intestinal, mengidentifikasi ketepatan intervensi. Evaluasi tindakan ini pasien BAB lembek warna kuning, intensitas lebih dari 3 kali sehari.

c. Auskultasi bising usus

Rasionalisasinya kembalinya fungsi gastro intestinal mungkin terlambat oleh efek depresan dari anestesi, obat-obatan, adanya buny abnormal didukung oleh buku (Doenges, 2000:506). Evaluasi bising usus tinggi lebih dari normal.

d. Mengkaji pola makan pasien

Tindakan ini dilakukan untuk membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan diit serta jumlah nutrien yang masuk dan mengetahui resiko iritasi diare, didukung oleh buku (Doenges, 2000:506). Evaluasi tindakan ini pasien menghabiskan ½ porsi makan.

Hasil evaluasi dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu gangguan pola eliminasi BAB belum teratasi, hal ini dikarenakan pasien masih merasa mules, keadaan masih lemas, frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Untuk rencana selanjutnya adalah kaji frekuensi BAB, kaji intensitas feses, kaji pola makan pasien, auskultasi peristaltic usus. Rencana selanjutnya mengkaji frekuensi BAB, auskultasi bising usus, mengkaji pola makan pasien.

Dalam tinjauan teori ada 8 kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul, tetapi ada 3 diagnosa yang tidak muncul, karena penulis tidak menemukan data-data yang menunjang kediagnosa tersebut yaitu :

1. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan muntah dan distensi. Tidak diangkatnya diagnosa ini karena input pasien cukup, pasien minum 6-7 gelas per hari, pasien tidak mengalami demam, muntah.

2. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan. Tidak dimunculkannya diagnosa ini karena masalah dan intervensinya telah diantisipasi dan dilakukan pada diagnosa resiko infeksi.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tidak dimunculkannya diagnosa ini karena masalah yang muncul dan intervensinya yang disusun telah diantisipasi dan dilakukan pada diagnosa defisit perawatan diri.

Rabu, 06 Agustus 2008

implikasi keperawatan


BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN


Selama dua hari penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa medis post operasi laparatomi hari ke-6 dengan indikasi obstruksi usus. Penulis menemukan beberapa masalah yang sebaiknya harus diatasi oleh perawat, yaitu :
1. Mengingat pentingnya peran perawat dalam rangka mencapai kesembuhan pasien yang mana diberikan melalui asuhan keperawatan, maka hendaknya perawat meningkatkan pengetahuan, meningkatkan kerjasama antar sesama tim kesehatan dan meningkatkan loyalitas terhadap pasien agar tidak terjadi kesalahan persepsi dan hubungan terapeutik antara perawat dengan tim kesehatan lain dan perawat dengan pasien dapat terbina hubungan baik sehingga asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien dapat terlaksana dengan baik.
2. Pada masalah infeksi sebaiknya perawat atau tim kesehatan lain memperhatikan lagi prinsip kesterilan dalam merawat luka sehingga tidak sampai terjadi infeksi berlanjut karena hal ini dapat membahayakan diri pasien dan kepada keluarga atau pasien hendaknya dapat menjaga kebersihan luka.
3.
38Pada masalah nyeri, sebaiknya perawat tidak hanya terpancang pada pemberian obat analgetik tetapi perawat dapat memberikan alternatif untuk mengatasi keluhan nyeri seperti mengajarkan teknik relaksasi (misalnya teknik tarik nafas dalam) atau teknik distraksi (misalnya membaca koran atau majalah).
4. Pada masalah nutrisi sebaiknya perawat atau tim kesehatan lain lebih menjaga kebersihan kamar pasien karena lingkungan yang bersih dapat meningkatkan selera makan pasien, dan juga dalam pemeriksaan laboratorium yaitu pada hemoglobin dan albumin perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi perkembangan pasien.
5. Pada masalah defisit perawatan diri sebaiknya perawat lebih memotivasi pasien untuk melakukan aktivitas tanpa bantuan dalam pemenuhan ADL sesuai toleransi karena hal ini dapat merangsang sirkulasi dan normalisasi fungsi organ serta meningkatkan kemandirian pasien.

daftar pustaka


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R.P, K. St, 1997, Kamus Kedokteran, Djambatan, Jakarta.

Baughman D.C, & Hackley, J.C, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa : Yasmin Asih, EGC, Jakarta.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi VIII, Volume II, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J, 1998, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Edisi VI, EGC, Jakarta.

______2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi VI, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

______2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, Media Aeseolapius FKUI, Jakarta.

Ester, M, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Long, B.C, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Jilid III, Yayasan IAPKP, Bandung.

Mansjoer, A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.

Robbins & Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi II, Edisi 4, EGC, Jakarta.

Sjamsuhidayat, 1997, Bahan Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Tucker, M.S, 1998, Standar Perawatan Pasien, Volume II, Edisi V, EGC, Jakarta.