Kamis, 07 Agustus 2008

Konsep Dasar

A. Pengertian

Obstruksi usus adalah kerusakan parsial atau komplit aliran isi usus ke arah ke depan. Yang kebanyakan terjadi di usus halus khususnya di ileum (Ester, M, 2002:49), atau gangguan yang terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi usus, bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan syaraf untuk terjadinya peristaltik atau karena adanya blokkage pada ileus mekanik/organik (Long B. C, 1996:242). Adapun pengertian lain obstruksi usus yaitu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, M, 1998:325).

Pada obstruksi usus perlu dilakukan tindakan laparatomi karena kalau tidak dilakukan pembedahan akan menyebabkan nekrosis, gangren, iskemia sehingga dilakukan laparatomi obstruksi usus (Sjamsuhidayat, 1997:843). Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Ahmad, R.P, 1997:194).

B. Penyebab

1

Obstruksi usus dapat disebabkan oleh tiga macam faktor yaitu 1) Faktor mekanis, yang meliputi adhesi, hernia, volvulus, tumor, 2) Faktor neurogenik, yaitu meliputi intususepsi, 3) Faktor vaskuler yaitu obstruksi aliran darah yang dapat timbul sebagai akibat dari okulasi komplet (infark mesentrika) atau oklusi proksimal (angina abdominal) (Ester, M, 2002:49).

Indikasi laparatomi pada obstruksi usus yaitu strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata, tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif. Pada strangulasi terdapat lilitan usus yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi iskemia, nekrosis atau gangren (Sjamsuhidajat, 1997:843).

Gambaran klinik

A. Gambaran Klinik

Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada obstruksi usus yaitu nyeri karena luka atau akibat penumpukan gas, mual, muntah karena adanya distensi abdomen dan akumulasi gas dan cairan, konstipasi bisa terjadi karena kurang aktivitas, penurunan gerakan gastrointestinal, retensia urine karena adanya tekanan pada kandung kencing (Mansjoer, A, 2000:318), dehidrasi mengakibatkan haus yang berlebihan, rasa mengantuk, malaise dan sakit, shock karena dehidrasi atau kehilangan volume plasma (Boughman & Hackley, 2000:382). Pada manifestasi klinis pasca bedah yaitu terjadi konstipasi, mual, muntah, retensi urin, distensi abdominal, dan nyeri karena gas, nyeri disertai dingin, nyeri disertai demam (Long, B.C, 1996:79).

Anatomi Dan Fisiologi

A. Anatomi atau Patologi

Banyak kelainan yang dapat menimbulkan obstruksi terhadap aliran bebas dari isi gastrointestinal. Hernia yaitu adanya penonjolan keluar dari suatu benang yang dibatasi oleh serosa melalui setiap kelemahan atau kerusakan dari dinding rongga peritoneum. Tempat-tempat utama yang menunjukkan kelemahan seperti itu adalah inguinal dan saluran femoral, umbilikus dan jaringan parut yang lama bekas operasi.

Sedangkan perlekatan atau adhesi adalah lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen (Brunner & Suddarth, 2002:1121). Pada perlekatan usus halus adhesi pita-pita jaringan ikat mungkin terbentuk dari organ ke organ ke dinding peritoneum sebagai hasil penyembuhan dari peritonitis atau setelah setiap operasi abdominal (Robbins & Kumar, 1995:266).

Intususepsi atau invaginasi adalah bagian dari usus menyusup ke dalam bagian lain yang ada di bawahnya akibat penyempitan lumen usus. Pada gangguan ini satu segmen dari usus halus dikerutkan oleh suatu gelombang peristaltik, serta masuk mengalami invaginasi ke dalam segmen distal dari usus tersebut. Sekali terjebak, segmen yang masuk tersebut oleh gerakan peristaltik didorong ke dalam segmen bagian distal, ikut menarik mesenterium dibelakangnya (Robbins dan Kumar, 1995:266).

Volvulus yaitu usus memutar dan kembali kekeadaan, akibatnya lumen usus menjadi tersumbat, menunjukkan adanya pemelintiran (pemutaran) dari saluran usus, kira-kira pada dasar pelekatan mesenterik. Hal ini sering terjadi pada usus halus, tapi saluran sigmoid yang sangat berlebihan munkin dapat terkena. Obstruksi dan infrak sering terjadi pada kasus ini (Robbins dan Kumar, 1995:266).

Patofisiologi

A. Patofisologi

Ketika peristaltik berhenti daerah usus yang terlibat akan menjadi kembung dengan gas dan cairan. Dalam satu hari kurang lebih 8 liter cairan dikeluarkan ke dalam lambung dan usus halus, secara normal sebagian besar cairan ini direabsorbsi di dalam kolon. Jika peristaltik berhenti, bagaimanapun akan banyak cairan tertahan di dalam lambung dan usus kecil. Cairan yang tertahan ini meningkatkan tekanan pada dinding mukosa dan jika tidak dikeluarkan mengakibatkan iskemic nekrosis, invasi bakteri dan akhirnya peritonitis. Kehilangan sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya potassium dari sel mengakibatkan alkolosis hypokalemik. Ketika obstruksi mekanik terjadi gelombang peristaltik sebelah proksimal dari daerah obstruksi meningkat sebagai usaha untuk mendorong isi usus melewati obstruksi. Gerakan peristaltik ini menyebabkan bising usus yang tinggi.

Kandungan abdomen akibat usus yang kembung akan menyebabkan ventilasi paru-paru terganggu oleh tekanan pada diafragma. Tekanan pada kandung kemih dapat menyebabkan retensia urine. Konstipasi terjadi pada obstruksi mekanik karena sebagian dari feses biasanya lewat daerah obstruksi. Jika peristaltik berhenti sepenuhnya seperti pada ileus paralitik atau obstruksi organik yang komplit, maka tidak terjadi defekasi sama sekali (obstruksi) (Long, B.C, 1996:244).

Laparatomi merupakan operasi besar dengan membuka rongga abdomen yang merupakan stressor pada tubuh. Respon tersebut terdiri dari respon sistem saraf simpati dan respon hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stres terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah maka mekanisme kompensasi tubuh terlalu berat sehingga shock akan menjadi akibatnya. Respon metabolisme juga terjadi karbohidrat dan lemak dimetabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh dipecah untuk menyajikan asam amino yang akan digunakan untuk membangun sel jaringan yang baru (Rumahorbo, H, 2000:207). Pemulihan fungsi usus, khususnya fungsi peristaltik setelah laparatomi jarang menimbulkan kesulitan. Illues adinamik atau paralitik selalu terjadi selama satu sampat empat hari setelah laparatomi, bila keadaan ini menetap disebabkan karena peradangan di perut berupa peritonitis atau abses dan karena penggunaan obat-obat sedatif (Sjamsuhidayat, 1997:387).

Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka yang menandakan adanya kerusakan jaringan. Adanya luka merangsang reseptor nyeri sehingga mengeluarkan zat kimia berupa histamin, bradikimin, prostaglandin akibatnya timbul nyeri.

Fokus Pengkajian

A. Fokus Pengkajian

Observasi Temuan

1. Khusus

a. Usus Halus

Pada usus halus terjadi nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi, distensi jaringan, mual, muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu hitam dan fekal, dehidrasi cepat : asidosis.

b. Usus Besar

Pada usus besar terjadi ketidaknyamanan abdominal ringan, distensi berat, dehidrasi laten : asidosis jarang.

2. Umum

Pada pengkajian umum dapat terjadi anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rectal/perostomi, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan, leukositosis (Tucker, 1998:325), menurut Sjamsuhidayat fokus pengkajian post operasi yaitu nyeri tekan jika meluas, mengembangnya distensi perut, adanya perdarahan, suhu badan meningkat, takikardia, perubahan mental (takut, gelisah, somnolen), masa yang nyeri khususnya jika disertai suhu tinggi (Sjamsuhidayat, 1997:843).

Fokus Intervensi

A. Fokus Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:500)

Tujuannya nyeri hilang atau terkontrol. Intervensinya kaji laporan nyeri dari pasien, monitor vital sign, beri posisi nyaman, dorong pasien untuk melaporkan nyeri, segera bila nyeri mulai terasa, dorong, penggunaan teknik relaksasi, beri obat analgetik.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan fungsi usus tidak efektif (Doenges, 1999:503)

Tujuannya yaitu tidak ada tanda kekurangan nutrisi dan malnutrisi. Intervensinya tinjau faktor-faktor individu dalam kemampuan mencerna makanan, dengarkan bunyi usus dan palpasi perut, berikan cairan per parenteral, catat intake dan output.

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan muntah dan distensi (Tucker, 1998:326)

Tujuannya turgor kulit baik, membran mukosa lembab, vital sign normal, berat badan stabil, haluan urine 30 ml/jam, intervensinya pertahankan puasa, kaji tingkat hidrasi, pantau tanda vita setiap 2 – 4 jam, ukur masukan dan haluan setiap 8 jam, timbang badan setiap hari pada jam, pakaian dan timbangan yang sama, pantau elektrolit, Hb dan Ht serum.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:502)

Tujuannya mencapai pemulihan luka tepat waktu. Intervensinya pantau vital sign, observasi daerah luka, pertahankan perawatan luka aseptik, beri antibiotik.

5. Perubahan eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:505)

Tujuannya fungsi usus kembali baik. Intervensi dengarkan bising usus, laporkan bila ada nyeri abdomen, observasi pergerakan usus, beri pelunak feses.

6. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi berhubungan dengan kurang informasi (Doenges, 1999:506)

Tujuannya mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya. Intervensinya tinjau prosedur pembedahan dan harapan post operasi, bicarakan pentingnya intake yang seimbang dan adekuat, demonstrasikan perawatan luka atau ganti balut, jelaskan kebutuhan untuk menghindari konstipasi.

7. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:504)

Tujuannya mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa komplikasi. Intervensinya memantau tanda-tanda vital, pertahankan pasien tirah baring total (posisi lutut tertekuk), gunakan plester kertas untuk balutan, berikan pengikat/penyokong untuk lansia dan pasien gemuk bila diindikasikan.

8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Carpenito, 1998:5)

Tujuannya menunjukkan kemampuan melakukan peningkatan tleransi aktifitas. Intervensinya kaji respon individu terhadap aktivitas, tingkatkan aktivitas secara bertahap, anjurkan pasien metode penghematan energi untuk aktivitas, instruksikan pasien untuk konsultasi kepada dokter dan ahli terapi fisik untuk program latihan jangka panjang.

Resume Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 08.00 WIB pada pasien Ny. S di RSU Purbowangi Gombong Ruang Rahmah (17) oleh Nur Angky Wibisono.

1. Identitas Pasien

Ny. S, 45 tahun, jenis kelamin perempuan, suku Jawa, Indonesia, pendidikan SD, agama Islam, pekerjaan tani, alamat Candirenggo RT 6/5 Ayah, tanggal masuk 16 Juni 2008 pukul 18.30 WIB.

2. Riwayat Keperawatan

11

Keluhan utama pasien nyeri pada perutnya, perut kembung, tidak bisa bab. Pasien mengatakan sudah menderita penyakit ini sejak satu minggu yang lalu dan sudah diobati ke Puskesmas dan mantri tetapi tidak juga sembuh. Sebelum masuk ke rumah sakit, pasien mengeluh perut terasa kencang, kembung, badan panas, mual, muntah, badan lemas, pasien tidak bisa BAB, tidak bisa kentut. Kemudian oleh keluarga dibawa ke RSU Purbowangi Gombong tanggal 16 Juni 2008 jam 18.30 WIB. Sampai di IGD keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis, tekanan darah 110/80 mmHg. Nadi 84 x/menit, suhu badan 38,50C, pernafasan 20 x/menit. Pasien dianjurkan rawat inap dan mendapat terapi infus RL 20 tetes/menit. Dan dari hasil pemeriksaan dan pengkajian diperoleh data adanya obstruksi usus dan harus dilakukan operasi laparatomi. Operasi laparatomi dilakukan pada tanggal 17 Juni 2008 pukul 21.00 WIB. Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 diperoleh data pasien mengatakan nyeri apda bekas luka operasi, dengan skala nyeri 4, wajah terlihat meringis kesakitan, pasien berbaring di tempat tidur tidak bisa beraktifitas, pasien mengatakan nafsu makan menurun hanya menghabiskan 4 sendok dari yang disediakan rumah sakit. Pasien BAB lebih dari 3 kali perhari, dengan konsistensi lembek. Gerak dan keseimbangan pasien belum bisa melakukan aktivitas karena pasien masih merasa lemas, nyeri pada perutnya apabila digerakkan, aktivitas selalu dibantu oleh keluarganya, pasien menanyakan tentang penyakit dan perawatannya.

Pemeriksaan fisik pada saat pengkajian keadaan umum pasien lemah, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/70 mmHg, pernafasan 24 x/menit, suhu 37,20C, mata bentuk simetris, konjungtiva anemis, kebersihan rambut kurang, rambut terlihat kotor dan kusam, perut terasa nyeri pada bekas operasinya dan ada nyeri tekan, peristaltik terdengar cepat. Pasien mengatakan lukanya tidak sembuh-sembuh dan terasa sakit, terdapat luka operasi sepanjang kurang lebih 10 cm dengan jahitan luka sebanyak 12 pada daerah abdomen bawah pusat, luka operasi kering tidak ada pus, balutan luka bersih, pada ekstremitas atas kanan terpasang infus RL 20 tetes/menit.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2008 Hb 9,6 %, lekosit 7.400/m3, gula sewaktu 110mg/dl, kalium 2,7 md/L dan pada 21 Juni 2008 ureum 89,0 mgr/dl, creatinin 1,6 mgr/dl, albumin 2,7 mgr/dl, kalium 2,8 md/l. Mendapat terapi obat cefotaxim 2 x 1000 mg, metronidasol infus 2 x 500 mg, Alinamin F 3 x 10 ml, Toradol 3 x 1 ml, Cimetidin 3 x 1 ml, Lasix 3 x 1 ml, Novalgin Extra 1 x 2 ml, obat oral Aspark 1 x 1 tablet dan Sanmol 3 x 500 mg. Diit pasien bubur halus.

3. Pengkajian Fokus

Pada tanggal 23 Juli 2008 pukul 08.00 WIB didapatkan data-data antara lain pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi dan perutnya terasa sakit bila ditekan, nafsu makan pasien menurun dan hanya menghabiskan 5 sendok makan, pasien merasa lemas, berat badan menurun, adanya luka bekas operasi sepanjang 10 cm, terpasang infus RL dan terpasan kateter, perutnya terasa nyeri bila digerakkan, keadaan pasien lemas, pasien belum bisa melakukan aktivitas, semua keperluan masih dibantu oleh keluarga dan perawat. Pasien hanya tiduran di tempat tidur, personal hygiene masih kurang dengan terlihat rambut pasien yang kusam dan kotor, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, pernafasan 24 x/menit, nadi 84 xmenit, suhu 37,20C, pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2008 Hb 9,6 %, lekosit 7.400/m3, gula sewaktu 110 mg/dl, kalium 2,7 md/L dan pada tanggal 21 Juni 2008 ureum 89,0 mgr/dl, creatinin 1,6 mgr/dl, albumin 2,7 mgr/dl, kalium 2,8 md/l. Mendapat terapi obat cefotaxim 2 x 1000 mg, metronidasol infus 2 x 500 mg, Alinamin F 3 x 10 ml, Toradol 3 x 1 ml, Cimetidin 3 x 1 ml, Lasix 3 x 1 ml, Novalgin Extra 1 x 2 ml, obat oral Aspark 1 x 1 tablet dan Sanmol 3 x 500 mg.