Kamis, 07 Agustus 2008

Pembahasan

PEMBAHASAN

Pada BAB III akan dibahas Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis Post Operasi Laparatomi Hari ke-6 dengan indikasi obstruksi usus dan menggunakan pemecahan masalah secara ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan.

1. Nyeri berhubungan dengan insisi luk post operasi laparatomi

Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang (Carpenito, 2000:45).

Masalah keperawatan ini muncul karena adanya luka post operasi sehingga ada diskontinuitas jaringan yang terputus dan merangsang aseptor nyeri.

Diagnosa tersebut dirumuskan karena didukung dengan adanya data-data yang subyektif yaitu pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi. Data obyektif pasien tampak menahan sakit dengan wajah terlihat meringis, skala nyeri 4, terdapat jahitan luka sebanyak 12, TD : 120/70 mmHg, nadi 84 x/menit, S : 37,20 C, R : 24 x/menit. Diagnosa ini penulis prioritaskan pada nomor pertama karena berdasarkan pada kebutuhan menurut Maslow. Pada gangguan nyeri bila tidak segera diatasi akan menganggu aktivitas dan rasa nyaman pasien. Tindakan dan rasionalisasi yang dilakukan penulis antara lain :



24


a. Mengkaji skala, frekuensi, lokasi nyeri

Dengan mengkaji skala nyeri bisa mengetahui tingkat gangguan rasa nyeri pasien. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:511) yaitu dengan mengetahui kualitas nyeri dapat mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi. Hasil evaluasi dari tindakan ini skala nyeri pasien 3, lokasi nyeri pada abdomen bawah pusat, wajah terlihat rileks.

b. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Hal ini dilakukan agar dengan melakukan teknik relaksasi pasien dapat memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping terhadap nyeri tindakan ini didukun oleh (Doenges, 2000:501). Hasil evaluasi dari tindakan ini adalah nyeri pasien dapat berkurang dengan menarik nafas dalam dan membuangnya secara perlahan-lahan.

c. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien

Tindakan tersebut ini dilakukan karena posisi yang nyaman dapat mengurangi rasa nyeri. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:501) yaitu memudahkan pemulihan otot atau jaringan dengan menurunkan tegangan abdomen dan memperbaiki sirkulasi.

Evaluasi dari tindakan ini adalah dapat mengurangi rasa nyeri apabila posisi telah nyaman.

d. Memberikan obat analgetik toradol 1 ml

Hal ini dilakukan agar nyeri pasien berkurang. Tindakan ini didukung oleh (Doenges, 2000:501) yaitu menurunkan nyeri dan menurunkan ketegangan otot. Hasil evaluasi dari tindakan ini setelah beberapa jam minum obat, nyeri pasien berkurang.

Menurut data masalah keperawatan nyeri teratasi sebagian karena faktor penyebab utamanya luka karena tindakan operasi/pembedahan belum sembuh sehinggan timbul rasa nyeri. Rencana selanjutnya mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan posisi yang nyaman, memberikan obat analgetik, mengkaji skala nyeri.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami atau yang berisiko mengalami berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2000:259).

Masalah keperawatan ini muncul karena ada proses pembedahan akan mempengaruhi efek saluran cerna dan akan mengakibatkan peristaltik usus tidak aktif sehingga terjadi pembatasan peroral dan mengakibatkan intake in adekuat, penurunan berat badan dan penurunan HB menunjukkan adanya gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Diagnosa ini dirumuskan karena ada data-data yang mendukung yaitu data subyektif pasien mengatakan nafsu makan kurang, mual, pasien hanya habis 5 sendok makan, data obyektif pasien terlihat lemas, berat badan menurun sebelumnya 45 kg dan sekarang 42 kg, konjungtiva anemis, HB 9,6 gr %.

Diagnosa ini diangkat karena gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bila tidak segera ditangani akan terjadi penurunan daya tahan tubuh dan proses penyembuhan akan terhambat sehingga penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut :

a. Mengkaji pola makan pasien

Hal ini dilakukan untuk membantu dalam mengidentifikasi difisiensi dan kebutuhan diit serta jumlah nutrien yang masuk, tindakan ini didukung oleh (Doenges, 2000:503). Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien hanya mampu menghabiskan setengah porsi yang disediakan rumah sakit.

b. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik

Hal ini dilakukan agar pasien merasa tertarik dengan makanan yang disajikan sehingga nafsu makan pasien akan meningkat serta dengan melihat porsi makan yang sedikit tidak ada keragu-raguan bagi pasien untuk menghabiskan makanannya. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:479), yaitu makanan yang menarik akan memberikan rasa kontrol pada pasien sehingga dapat meningkatkan masukan dan keragu-raguan untuk makan mungkin disebabkan oleh takut makanan yang akan menyebabkan eksaserbasi gejala.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien merasa senang sehingga dapat meningkatkan nafsu makan pasien, menghabiskan ½ porsi sesuai diit.

c. Memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi sesuai diit bubur halus

Hal ini dilakukan untuk menambah pengetahuan pasien tentang diit yang sesuai untuk pasien untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:504) yaitu diit penting untuk mengembalikan fungsi usus normal dan meningkatkan masukan nutrisi adekuat sehingga menurunkan resiko terhadap komplikasi pasca operasi.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien mengetahui tentang pentingnya nutrisi sesuai diit dan mengerti pentingnya nutrisi yang masuk untuk ketahanan tubuh pasien dan proses penyembuhan.

d. Menjaga kebersihan oral hygiene

Melakukan tindakan tersebut karena dengan mulut yang bersih akan meningkatkan rasa makanan sehingga nafsu makan akan bertambah. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:479) yaitu mulut yang bersih akan meningkatkan cita rasa makanan.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien terlihat mendengarkan penjelasan yang diberikan dan memahami tentang pentingnya menjaga kebersihan oral hygiene.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan dapat teratasi karena sudah ada peningkatan nafsu makan, pasien menghabiskan ½ porsi makan, pasien sudah tidak terlihat pucat, diit dari rumah sakit bubur halus. Rencana selanjutnya pertahankan intervensi. Dengan motivasi pasien untuk menghabiskan makanannya, menyajikan dalam keadaan hangat dan menarik dalam porsi sedikit tapi sering, memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi sesuai diit. Rencana selanjutnya mengkaji pola makan pasien, menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik, memberikan informasi pentingnya nutrisi.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi

Resiko tinggi terhadap infeksi adalah keadaan di mana seorang individu terserang oleh agen patogenik atau oportunisik (virus, bakteri, jamur, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen (Carpenito, 2000-204).

Menurut data masalah keperawatan ini muncul karena ada saluran invasif dan luka post operasi yang bisa diserang oleh agen patogenik. Diagnosa ini dirumuskan karena didukung dengan adanya data-data yaitu data obyektif yaitu adanya luka operasi atau insisi, terpasang infus RL 20 tetes, terpasang kateter, lekosit 7.400/m3.

Diagnosa ini diprioritaskan pada nomor ketiga karena bila masalah tersebut tidak segera diatasi maka akan menimbulkan masalah baru dan memperlambat proses penyembuhan.

Tindakan dan rasionalisasi yang dilakukan adalah :

a. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi

Hal ini dilakukan karena dengan mengetahui munculnya tanda-tanda infeksi bisa menyusun rencana untuk melakukan perawatan daerah sekitar saluran invasif dan luka yang lebih optimal. Didukung oleh (Doenges, 2000:502) yang menyatakan bahwa deteksi dini adanya infeksi, memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi yang lebih serius.

Evaluasi dari tindakan ini adalah tidak ada tanda-tanda infeksi baik di luka post operasi atau saluran invasifnya.

b. Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat adanya media masuk dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi dan ini didukung oleh (Doenges, 2000:502) yaitu untuk melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan dan mencapai pemulihan luka tepat waktu. Balutan basah bertindak sebagai sumbu retograd dan menyerap kontaminan eksternal.

Evaluasi dari tindakan ini adalah luka kering, kasa bersih, infus dan kateter pasien bersih.

c. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan medikasi luka

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi dan didukung oleh (Doenges, 2000:502) yang menyatakan bahwa kurangi organisme yang masuk ke dalam individu dengan cuci tangan dengan cermat berteknik aseptik dan septik.

Evaluasi dari tindakan ini adalah luka pasien bersih dan kering, tidak ada tanda-tanda infeksi.

d. Observasi adanya peningkatan suhu tubuh

Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien dan untuk mengobservasi tanda-tanda infeksi. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:503) yaitu suhu malam hari memuncak dan kembali normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.

Evaluasi dari tindakan ini adalah suhu pasien normal, S : 37,20 C.

e. Memberikan obat antibiotik cefotaxim 1000 mg

Tindakan ini dilakukan karena dengan memberikan obat antibiotik dapat membantu membunuh kuman atau bakteri, didukung oleh buku (Doenges, 2000:503) yang menyatakan bahwa mencegah infeksi dari penyebaran jaringan sekitar atau aliran darah.

Evaluasi dari tindakan ini adalah obat masuk dan tidak ada reaksi alergi.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan resiko infeksi tidak terjadi karena adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kolor dan fungsiolesa) pada saluran invasif dan luka bekas operasi. Rencana selanjutnya mengkaji tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka dengan prinsip steril, memberikan obat antibiotik sesuai advis.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik dan fungsi kognitif yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan tindakan perawatan diri (Carpenito, L.J, 2000:330).

Masalah keperawatan ini muncul karena perawatan diri merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kondisi apapun kebersihan harus tetap dijaga, jika hal ini dibiarkan akan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pasien dan mengakibatkan kuman mudah berkembang.

Diagnosa ini dirumuskan karena didukung oleh data-data subyektif pasien mengatakan pasien merasa lemas. Data subyektif pasien hanya tiduran terus, personal hygiene kurang dengan terlihat rambut kusam dan kotor. Diagnosa ini diangkat agar pasien diistirahatkan dan dapat meningkatkan toleransi aktivitas. Tindakan yang dilakukan oleh pasien adalah :

a. Mengkaji kemampuan untuk melakukan aktivitas

Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana as dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan ini didukung oleh (Doenges, 2000:512) yang menyatakan bahwa membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual. Evaluasi dari tindakan ini adalah aktivitas pasien dibantu perawat dan keluarga.

b. Melakukan aktivitas secara bertahap

Dilakukannya tindakan tersebut untuk meningkatkan kemandirian pasien dan meningkatkan kemampuan perawatan diri. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:512) yang meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat serta mempermudah kembali ke aktivitas normal.

Evaluasi dari tindakan tersebut karena keluarga merupakan faktor dominan yang sangat berperan dalam proses pemenuhan ADL pasien. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:512) yaitu pemahaman dan peran serta keluarga meningkatkan kerjasama dengan program terapi yang akan meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien menjadi merasa lebih aman, nyaman dengan adanya peran serta dari keluarga dalam pemenuhan ADL pasien.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan masalah belum teratasi karena penyebab defisit perawatan diri adalah karena kelemahan fisik pasien akibat adanya nyeri pada luka post operasi sehingga menyebabkan tirah baring dan terjadi kelemahan fisi sehingga pasien tidak dapat untuk melakukan perawatan diri dan aktivitas sehari-hari. Tindakan selanjutnya mengkaji kemampuan melakukan aktivitas, melibatkan keluarga dalam menjaga kebersihan diri.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito L.J, 2000:223).

Menurut data masalah ini muncul karena adanya tindakan operasi, sehingga pasien merasa khawatir dengan keadaannya tersebut karena kurangnya informasi. Jika diagnosa ini tidak diangkat dikhawatirkan akan memperberat beban pikir pasien dan keluarga. Hal ini juga akan mempengaruhi proses penyembuhan penyakit.

Rasionalisasi tindakan yang telah dilakukan :

a. Mengkaji tindakan pengetahuan pasien

Dilakukan tindakan tersebut karena untuk mengetahui sejauh mana dan keluarga mengetahui tentang penyakit dan perawatannya. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:506) yaitu belajar lebih mudah bila mulai dari pengetahuan peserta belajar.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien selalu menanyakan tentang penyakit dan perawatannya.

b. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Dilakukan tindakan agar pasien mau bertanya tentang keluhan yang dirasakan, diharapkan pasien mengerti dan mampu menghindari tindakan yang memicu kekambuhan serangan. Didukung oleh buku (Doenges, 1999) pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk menghindari kambuhnya serangan. Evaluasi dari tindakan tersebut pasien dapat mengerti dan memahami apa yang telah dijelaskan.

c. Memberi reinforcement positif

Tindakan ini dilakukan untuk menambah keyakinan dan dorongan dalam menghadapi kondisi sekarang. Rasionalisasinya dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan dan tidak membuat ketergantungan pasien. Evaluasi pasien merasa yakin bahwa penyakitnya akan sembuh dan tidak cemas lagi.

d. Memberikan informasi tentang penyakitnya dan perawatannya

Tindakan ini dilakukan karena setelah pendidikan kesehatan, diharapkan pengetahuan dan informasi tentang penyakit dan perawatan luka dapat dimengerti dengan baik. Hal ini didukung oleh (Doenges, 200:506) yang pengetahuan dasar yan akurat memberikan kesempatan pasien/keluarga untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan pasien/keluarga tahu tentang penyakitnya, mereka dapat mengalami informasi yang telah tertinggal atau salah konsep. Evaluasinya pasien dapat memahami dan mengerti penjelasan yang diberikan.

Hasil evaluasi setelah melakukan asuhan keperawatan masalah kurang pengetahuan dapat teratasi karena pasien dan keluarga pasien dapat mengerti dan memahami dengan penjelasan yang diberikan. Didukung oleh adanya umpan balik partisipasi keluarga dalam perawatan pasien. Rencana selanjutnya memberi kesempatan pasien untuk bertanya, memberikan informasi tentang penyakit dan perawatannya.

6. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus

Yaitu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam kebiasaan buang air besar yang normal, ditandai dengan seringnya kehilangan cairan, feses yang terbentuk (Tucker, S.M, 1998:8). Menurut data masalah keperawatan ini muncul karena dengan berhentinya peristaltik akan menyebabkan obstruksi mekanis pada usus dan menyebabkan obstipasi atau konstipasi yang mengakibatkan gangguan pola eliminasi BAB.

Diagnosa ini dirumuskan karena ada data-data yang mendukung yaitu data subyektif pasien mengatakan perutnya mules. Data obyektif pasien terlihat memegangi perutnya, pasien sering terlihat BAB lebih dari 3 kali sehari, terlihat lemas. Diangkat diagnosa ini karena gangguan pola eliminasi BAB bila diare tidak segera ditangani akan terjadi penurunan daya tahan tubuh terhadap proses penyembuhan akan terhambat sehingga penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut :

a. Mengkaji frekuensi BAB

Tindakan ini dilakukan agar mengetahui intensitas frekuensi BAB pasien. Evaluasi pasien BAB lebih dari 3 kali dengan konsistensi lembek.

b. Mengkaji warna, intensitas feses

Tindakan ini dilakukan agar mengetahui seberapa besar intensitas fesesnya. Hal ini didukung oleh buku (Doenges, 2000:506), yaitu indicator kembalinya fungsi gastro intestinal, mengidentifikasi ketepatan intervensi. Evaluasi tindakan ini pasien BAB lembek warna kuning, intensitas lebih dari 3 kali sehari.

c. Auskultasi bising usus

Rasionalisasinya kembalinya fungsi gastro intestinal mungkin terlambat oleh efek depresan dari anestesi, obat-obatan, adanya buny abnormal didukung oleh buku (Doenges, 2000:506). Evaluasi bising usus tinggi lebih dari normal.

d. Mengkaji pola makan pasien

Tindakan ini dilakukan untuk membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan diit serta jumlah nutrien yang masuk dan mengetahui resiko iritasi diare, didukung oleh buku (Doenges, 2000:506). Evaluasi tindakan ini pasien menghabiskan ½ porsi makan.

Hasil evaluasi dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu gangguan pola eliminasi BAB belum teratasi, hal ini dikarenakan pasien masih merasa mules, keadaan masih lemas, frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Untuk rencana selanjutnya adalah kaji frekuensi BAB, kaji intensitas feses, kaji pola makan pasien, auskultasi peristaltic usus. Rencana selanjutnya mengkaji frekuensi BAB, auskultasi bising usus, mengkaji pola makan pasien.

Dalam tinjauan teori ada 8 kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul, tetapi ada 3 diagnosa yang tidak muncul, karena penulis tidak menemukan data-data yang menunjang kediagnosa tersebut yaitu :

1. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan muntah dan distensi. Tidak diangkatnya diagnosa ini karena input pasien cukup, pasien minum 6-7 gelas per hari, pasien tidak mengalami demam, muntah.

2. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan. Tidak dimunculkannya diagnosa ini karena masalah dan intervensinya telah diantisipasi dan dilakukan pada diagnosa resiko infeksi.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tidak dimunculkannya diagnosa ini karena masalah yang muncul dan intervensinya yang disusun telah diantisipasi dan dilakukan pada diagnosa defisit perawatan diri.

Tidak ada komentar: